Selasa, 17 April 2018

Anak Bermasalah?

"Mencegah lebih baik daripada mengobati", ungkapan tersebut agaknya tidak hanya berlaku dalam dunia medis atau secara fisik saja. Dalam dunia #MindTechnology pun seperti itu. Tujuan saya membuat tulisan ini adalah agar kita, baik sebagai orangtua maupun pendidik, lebih baik mencegah seseorang dari mengalami berbagai masalah (simtom) yang dapat mengganggu hidupnya dan lingkungannya, baik dari berbagai simtom psikis (baca: manfaat hipnoterapi ) maupun hingga berbagai simtom fisik.

Beberapa waktu belakangan ini, saya menghadapi beberapa anak yang dianggap "bermasalah" oleh lingkungannya, entah oleh orangtua, guru, pun teman-temannya yang melihat bahwa perilaku anak tidak dapat diterima oleh lingkungannya.
Anak dicap nakal, hiper aktif, kurang fokus, penakut dan lain sebagainya.

Pengalaman kami sebagai hipnoterapis menemukan pola yang berulang dalam kehidupan bermasyarakat, dan kami menemukan "benang merah" bahwa sebetulnya bukan anak yang bermasalah, namun sistem dalam keluarganyalah yang bermasalah. Karena perilaku anak merupakan hasil atau akibat dari sistem di keluarga, atau lingkungannya.

Hal ini dapat diumpamakan seperti seorang petani (orangtua) yang menanam tanaman (anak). Apabila tanamannya ternyata bertumbuh dengan kurang baik, maka petani yang bijak tidak akan memarahi tanamannya dengan berkata:"Dasar tanaman bodoh!" Melainkan dia akan melihat bagaimana sistem penanaman tanamannya, apakah tanahnya cukup subur, bagaimana dengan pupuknya, pengairannya, apakah ada hama dan lain sebagainya.

Begitu pula halnya kita sebagai orangtua ataupun pendidik. Apabila seorang anak belum bertumbuh dan berkembang dengan "baik" (sesuai dengan harapan orangtua dan lingkungannya), maka orangtua yang bijak tidak sertamerta memarahi anaknya. Melainkan melihat baik ke lingkungannya maupun yang lebih penting ke "dalam" dirinya sendiri. Apakah anak sudah mendapatkan curahan kasih sayang yang cukup, apakah 'tangki cinta' anak sudah dipenuhi dan lain sebagainya.

Seringkali sebenarnya sikap dan perilaku anak dicap bermasalah sebenarnya hanya merupakan bentuk mencari perhatian orangtua dan atau lingkungannya. Apabila kita perhatikan, ketika bayi, seorang anak belum mengerti bahasa verbal dari orangtuanya. Bayi mencari perhatian orangtua atau pengasuhnya dengan menangis. Seiring bertambahnya usia seorang anak, maka anak mencoba berbagai cara yang dianggap paling efektif untuk mendapatkan perhatian orangtua atau pengasuh utamanya. Apabila misalnya seorang anak tidak mendapatkan apa yang diinginkan (baca: perhatiannya) dengan hanya menangis, maka ia akan merengek, meronta bahkan hingga tantrum untuk mendapatkan perhatian. Namun bila cara tersebut belum juga mendapat perhatian dari orangtua dan atau pengasuh utamanya, perilaku anak bahkan hingga sakit fisik dapat menjadi cara yang paling efektif untuk mendapatkan perhatian orangtuanya.

Oleh karena itu, kita sebagai orangtua ataupun pendidik, perlu cermat dan bijak dalam menyikapi perilaku atau 'masalah' (simtom) yang ditimbulkan dari seorang anak. Kita perlu dapat berbicara dan mendengar bahasa kasih yang dibutuhkan oleh seorang anak. Apakah seorang anak membutuhkan: kata-kata pendukung, saat-saat yang menyenangkan, pelayanan, sentuhan fisik, ataukah materi. Untuk mudahnya, kita dapat memberikan kelima-lima nya secara berkecukupan agar seorang anak dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrahnya. Dan tidak kalah pentingnya, kita juga perlu dapat menerima dan mengerti bahwa setiap anak adalah unik, berharga, dan memiliki perasaan seperti layaknya seorang dewasa. Karena seorang anak sejatinya adalah orang dewasa yang tubuhnya masih kecil.

"Raising our children, raising ourselves"

Salam,

Yoffy Jo